السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Jum'at, 25 September 2015. Pertemuan
ketiga mata kuliah filsafat ilmu. Hari ini jam perkuliahan dilangsungkan lebih
awal. Jadwal untuk mata kuliah psikologi perkembangan pada jam ke dua kosong.
Kemudian diisi dengan perkuliahan selanjutnya yaitu filsafat ilmu.
Seperti biasanya,
perkuliahan dimulai dengan membaca basmallah. Kemudian suasana menjadi hening
saat pak Na'im meminta salah seorang mahasiswa untuk mulai presentasi.
Teman-teman mahasiswa ku yang lain komat-kamit membaca buku yang dipegangnya.
Apalagi jika bukan untuk mempelajari materi yang akan dipresentasikan. Pak Na'im
mempersilahkan siapa saja dari kami untuk presentasi. Namun, suasana demokratis
berganti menjadi otoriter saat tak ada satupun mahasiswa yang maju untuk
presentasi. Dari barisan nama pada daftar hadir dipanggilah satu nama mahasiswa
di kelasku.
Pembahasan pertama
mempresentasikan tentang prinsip-prinsip berfilsafat. Temanku itu maju membawa
buku tulis yang berisi hasil resumannya beserta buku filsafat ilmu. Ia duduk
dan menata sikapnya. Menurutku ia terlihat nervous tapi entahlah. Ia mengawali
presentasi dengan belum begitu baik. Namun bahasa yang ia gunakan telah sejalan
dengan harapan. "Presentasikan dengan bahasa kalian sendiri" begitu
kata pak Na'im.
Apa yang beliau
utarakan ini bukan tanpa maksud. Seperti biasanya, setelah salah seorang
mahasiswa mengawali presentasi. Beliau memberikan penjelasan singkat terkait
pentingnya membaca dan menulis. Dari penjelasan itu aku dapat menarik
kesimpulan yang kurang lebih seperti ini:
Orang membaca tidak
hanya sebatas merangkai abjad dalam deretan kalimat pada sebuah buku. Tetapi
juga dalam membaca seseorang harus paham dengan apa yang dibaca. Oleh karena
itu, kamu bisa memakai tahap ini untuk bisa memahami apa yang kamu baca. Dengan
begitu kamu mendapat poin plus, plus, plus.
Nah, tahap yang
pertama tentunya kamu harus membaca. Jangan
membatasi diri kamu dalam membaca ya… Seperti yang tertulis dalam buku
Habis Gelap Terbitlah Terang. Kita dapat meneladani salah satu sifat dari Ibu
kita Kartini. Beliau membaca banyak buku, jika belum mengerti apa maksudnya
beliau akan mengulanginya sampai ketiga atau kesekian kali hingga paham.
Baiklah, tahap selanjutnya yaitu mencari ide pokok
(Find Main Idea). Seperti sebelumnya yang sudah saya tuliskan. Cari kata kuncinya. Itu akan memudahkan kamu
menghafal dan mengingatnya. Selanjutnya eksplorlah
ide pokok itu dengan dengan menggali dan mengembangkan ide pokok memakai
bahasa kamu sendiri. Setelah membaca, mengetahui ide pokok, lalu tutup buku kamu. Dengan membaca kamu telah
mempelajari banyak kosakata. Kini saatnya kamu mengembangkan kosakata dengan
bahasa kamu sendiri. Bahasa yang kamu gunakan tidak melulu sama persis dengan
buku yang kamu baca. Awalnya pasti sulit. Karena itu kamu bisa melatihnya. So,
lakukanlah! Jika kamu merasa kesempatan untuk mengeksplor bahasa kamu dengan
lisan belum terwadahi, bisa dilakukan dengan menulis. Kesempatan
itu mahal harganya. Nah, kamu bisa melatihnya mulai dari forum-forum
kecil. Misalnya, jika kamu seorang pelajar atau mahasiswa yang mendapat tugas
untuk mempresentasikan makalah. Yaps, ini adalah kesempatan baik buat kamu
untuk belajar.
Presentasi setelahnya
hingga akhir dilakukan dengan demokratis. Itu juga karena keberanian
teman-teman mahasiswa untuk bisa mengeksplor dirinya. Seperti temanku yang tak
bisa kusebutkan namanya ini. Presentasinya baik. Tetapi saat ia presentasi,
kemudian kembali duduk di tempatnya semula ia bilang, "apa yang ada
dalam pikirannya tidak sesuai dengan apa yang lisannya utarakan." Lucu
memang tapi pak Na'im menceritakan pengalaman dirinya. Hal ini biasa terjadi.
Itulah kenapa kesempatan itu penting. Semakin dia punya banyak kesempatan untuk
bisa berbicara sistematis didepan banyak orang. Maka tidak menutup kemungkinan
ia bisa presentasi lebih baik dari hari ini.
Selanjutnya bagi
kami mahasiswi. Majulah teman mahasiswiku yang imut-imut. Ia mempresentasikan
resumannya. Dan mengeksplor apa yang telah ia pelajari dari buku. Presentasinya
singkat yang kemudian dilanjutkan dengan mahasiswi kedua. Aku memanggilnya
dengan mbak. Ia presentasi dengan jelas dan panjang lebar. Salah satu prinsip berfilsafat
dihubungkannya dengan ilmu biologi yang dipahaminya. Semua mahasiswa yang telah
berani maju kedepan kelas diapresiasi. Semua mahasiswa yang lain memberi
applause begitu juga pak Na'im.
Bagaimana mau
mencobanya? Nggak perlu langsung di forum besar kok, yang lokal aja dulu. Atau
kamu hanya ingin tapi kaki kamu nggak kuat melangkah. Ehm, atau mungkin banyak
membayangkan kemungkinan terburuk di depan kelas saat presentasi. Poin
pentingnya, ketika kamu ingin belajar suatu ilmu maka yang pertama kali harus
kamu lakukan adalah berasumsi positif.
Dengan begitu kamu akan melakukan kegiatan itu dengan senang hati. Yang akhirnya
membuat kamu menikmati kegiatan itu. Ini menjadi awal dari pembahasan prinsip-prinsip
filsafat dari pak Na'im. Kurang lebih seperti ini:
Realitas. Konsep ini dikemukakan oleh Plato dan
muridnya Aristoteles. Meski begitu mereka memiliki pemahaman sendiri-sendiri. Menurut Plato realitas ada didalam ide. Seperti
bolpoin. Kamu tidak akan apa itu spidol sebelum diberitahu bahwa ini bolpoin.
Karena itulah disebut idealis. Yaitu orang yang kehidupannya mengejar ide.
Selanjutnya menurut Aristoteles, realitas adalah
apa yang bisa kita lihat. Tidak perlu dilukiskan seperti apa itu
bolpoin. Yang terpenting adalah wujudnya. Yang disebut materialis.
Pembahasan
masuk ke prinsip-prinsip dalam berfilsafat. Menurut Aristoteles
filsafat dimulai dari thauma yaitu rasa kagum. Orang yang
kagum biasanya tidak dapat menilai krtitis apa yang dia sukai. Dia hanya bisa
melihat sisi baik tanpa mempertimbangkan sisi buruknya. Kemudian yang disebut filsafat disini haruslah diteruskan ke level aporia.
Yaitu masalah yang sulit dicarikan jalan keluarnya. Maksudnya disini adalah
jika thauma itu menjadi hal yang tidak lagi objektif, melihat sebuah
benda tidak berdasarkan fungsi dan lain sebagainya. Maka ini menjadi masalah
yang sulit dicarikan jalan keluarnya. Karena apa? Seseorang yang kagum kadang
tidak bisa menjelaskan mengapa ia bisa kagum. Kekaguman orang yang sulit
dikendalikan juga menjadi masalah yang harus dicarikan jalan keluarnya.
Selanjutnya
prinsip-prinsip filsafat itu ada lima. Pertama,
meniadakan kecongkakan. Seorang yang
berfilsafat haruslah meniadakan kecongkakan. Hal itu akan melahirkan sikap solipsisme
yaitu merasa bahwa dirinya benar sendiri. Ini akan menjadi masalah saat
berdiskusi dengan yang lain. Maka turunkanlah ego untuk mendapat kebenaran.
Kedua, kesetiaan pada kebenaran. Dalam berfilsafat
memang harus menurunkan ego. Ia juga harus mempertahankan pernyataan yang ia
pegang. Jangan karena yang lain merasa tidak benar ikut-ikutan. Disini ego juga
harus sedikit direndahkan karena sekali lagi utamakan kebenaran.
Ketiga,
mencari persoalan-persoalan filsafati dan
mencarikan jawabannya. Jadi, carilah persoalan filsafat yang ada
disekitar kita dulu. Setiap orang pasti memiliki masalah. Nah, jika sudah
mencari masalah kemudian dipecahkan. Ini disebut latihan intelektual.
Keempat,
mempelajari filsafat dari waktu ke waktu.
Belajar fisafat haruslah dengan tidak sekali waktu saja. Latihan intelektual
dilakukan secara rutin untuk mengasah kemampuan memecahkan masalah.
Yang
terakhir, sikap terbukaan. Jangan menutup
diri dari ilmu lain. Namun, jangan lupa latar belakang ilmu kamu. Misalnya,
saya terbuka dengan hal baru, tapi saya tidak melupakan background saya sebagai
mahasiswa tasawuf psikoterapi.
Bagiamana?
Sudah lima prinsip filsafat yang bisa dipelajari kali ini. tidak ada yang sulit
kan. Sebenarnya setiap kegiatan apapun itu mudah termasuk belajar. Yang membuat
kita sulit memulainya adalah asumsi negatif yang
merasuki setiap sendi. Membuat kita menjadi lemah dan tak berdaya. Padahal,
asumsi negatif itu jugalah yang membuat kita menjadi berat melangkah yang
akhirnya jadi jalan ditempat. Jadi, sebelum memulai belajar apapun itu buat asumsi positif. Lalu kerjakan dan nikmati.
Hasilnya memang ada jauh didepan bahkan sampai tak terjangkau oleh penglihatan.
Tapi proses itu menjadi latihan kedewasaan. Dan menikmati seluruh proses itu
membuat kita tidak sadar ternyata hasil yang didambakan telah ada di genggaman
tangan. Sekian dulu Dairy On Campus tentang prinsip-prinsip berfilsafat. Bye,
Bye, ..
***
Lets Read and Make Your Future
وَسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ
وَبَرَكَاتُهُ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar