السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ
وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Jum'at, 20 November 2015. Pertemuan
kesembilan setelah melewati masa UTS (Ujian Tengah Semester). Tentu saja sangat
terlambat baik menulis atau nge-post. Tahu kenapa? Tugas bertubi-tubi datang
untuk menggantikan UTS yang biasanya mengerjakan lembaran essai di dalam kelas.
Baru bisa nge-post ya sekarang ini. Masih ingat penjelasan apa yang terakhir
aku post. Ingat-ingat lagi ya, atau bisa baca sekali lagi My Dairy On Campus – Filsafat Ilmu – 7. Karena
apa? Ini adalah kelanjutannya, nanti kamu bingung lagi kalau nggak runtut. Ya
udah, langsung aja deh. Penjelasan selanjutnya adalah jeng.. jeng.. jeng..
sedang mengetik…..
Zaman Modern (17 M-19 M). Zaman ini diawali
dengan suatu periode yang disebut Rennaisance
dan dimatangkan oleh gerakan yang disebut Aufklaerung
di abad 18 M. Pada zaman ini manusia semakin bebas
dari otoritas gereja dan mendasarkan pada
akal. Tentunya hal ini berdampak pada perkembangan filsafat dan ilmu
pengetahuan yang semakin pesat. Sejak saat itu filsafat dan ilmu pengetahuan
didasarkan pada kepercayaan dan kepastian
intelektual (sikap ilmiah) yang dapat dipertanggungjawabkan kebenaran
dan keilmiahannya. Kebenaran itu bersifat dinamis. Di
zaman modern manusia tidak mau diikat oleh kekuasaan apapun, kecuali kekuasaan
dalam dirinya sendiri. Maksud dari kekuasaan yang mengikat disini adalah
Agama dengan Gerejanya, serta Raja dengan kekuasaan absolutnya.
Para
filsuf modern pertamanya menegaskan, pengetahuan tidak
berasal dari kitab suci, dogma gereja, atau kekuasaan feodal, tetapi berasal dari dalam diri manusia itu sendiri. Sebagai
kelanjutan dari Rennaisanse, filsafat pada zaman ini bercorak "antroposentrisme" ada yang ingat apa
itu antroposentrisme? Baiklah, ini penebusan rasa bersalah karena telat banget
nge-postnya. Antroposentrisme yaitu manusia sebagai
pusat penyelidikan filsafat. Semua filsuf di zaman ini menyelidiki
segi-segi manusiawi: "aku" sebagai
pusat pemikiran, pusat pengamatan, pusat kebebasan, pusat tindakan, pusat
kehendak, dan pusat perasaan.
Sedikit catatan ya untuk kamu.. iya kamu.. ciee..
Ehm, Lanjut! Sebenarnya Jepang dan Indonesia punya titik nol atau kebangkitan
yang sama looh... Apa itu? Kalau jepang ya pas di bom yang membuat wilayah
Hirosima dan Nagasaki luluh lantak. Sementara Indonesia di tahun yang sama
mendapatkan kemerdekaannya. Sekarang kita tarik ke zaman sekarang, siapa yang
memimpin pertandingan. Yaps, Jepang. Kenapa bukan Indonesia? Jawaban singkatnya
ada tiga kata Sumber Daya Manusia atau yang disingkat SDM. Negara Jepang sangat
mengedepankan pendidikan untuk bisa membentuk SDM yang berkualitas. Satu lagi negara
yang perkembangannya pesat baik pendidikan atau teknologinya yaitu… Korea
Selatan. Yang paling sering kita lihat yaitu dunia entertainmentnya, Korean Wave
telah melanda berbagai negara di dunia, bahkan warga negaranya banyak yang
bergelar doctor.
Sebenarnya
kita bisa kok seperti negara-negara tersebut. Sebelumnya kita juga harus
merawat alat untuk berilmu pengetahuan dong.. yaitu otak kita. Otak itu jika
diperlakukan dengan baik sejak kecil, tidak ada perlakuan kasar baik verbal
maupun fisik, akan membuat akal menjadi cerdas. Jika ia dibebaskan mengeksplor
kreatifitasnya dan ditanamkan norma yang baik, bukan tidak mungkin dia jadi
brilliant. Batu aja kena tetesa air bolong apalagi otak yang terus-terusan
dihujani ribuan tetesan air ilmu pengetahuan.
Yang
menjadi topik utama filsafat Zaman Modern,
kususnya pada abad ke 17 adalah persoalan epistemologi. Apa sih Epistemologi, kata baru lagi
ya.. Epistemologi yaitu cabang filsafat yang membahas ilmu pengetahuan.
Bagaimana cara memperoleh ilmu pengetahuan? Epistemologi itu berbasis ide. Dan
Ide bisa berasal dari pengalaman. Sedangkan rasio dari diskusi bersama teman.
Kembali ke topik utama, pertanyaan pokok pada abad ini adalah bagaimana
memperoleh pengetahuan?, Apa sarana untuk mencapai pengetahuan yang benar itu?,
dan Apa itu kebenaran?. Untuk menjawabnya pada abad ke-17 muncullah dua aliran
filsafat yang menjawab dengan berbeda. Yaitu Rasionalisme
dan Empirisme.
Pertama,
Rasionalisme. Abad ke-17 adalah dimulainya
pemikiran filsafat yang sebenarnya. Semakin lama manusia semakin menaruh
kepercayaan pada akal, dimana akal dapat diterangkan segala macam persoalan,
dan dipahami segala macam permasalahan, dan dapat dipecahkannya segala problem
kemanusiaan. Akibat dari keyakinan berlebihan pada akal tersebut. Di nyatakanlah perang pada mereka yang malas untuk
mempergunakan akalnya. Dengan kekuasaan akal ini, orang berharap
lahirnya dunia baru yang lebih sempurna, dengan akal yang sehat sebagai
pemimpinnya. Hal ini terlihat pada lapangan filsafat, yaitu bentuk keinginan
untuk menyusun secara "a priori"
suatu sistem akal yang luas dan tingkat tinggi.
Corak berpikir yang melulu mengandalkan kemampuan akal
(rasio), dalam filsafat dikenal sebagai aliran rasionalisme. Hanya
pengetahuan yang diperoleh dari akallah yang memenuhi syarat dituntut oleh
sifat umum dan bersifat mutlak. Pengalaman hanya digunakan untuk mengukuhkan
pengetahuan yang diperoleh melalui akal.
Dapat disimpulkan dua hal pokok yang merupakan ciri dari
bentuk rasionalisme, yaitu:
- Adanya pendirian bahwa kebenaran yang hakiki itu secara langsung dapat diperoleh dengan akal sebagai alatnya.
2.
Adanya suatu penjabaran
logis atau deduksi yang dimaksudkan untuk memberikan
pembuktian seketat mungkin mengenai lain-lain segi dari seluruh sisa bidang
pengetahuan berdasarkan apa yang dianggap sebagai kebenaran yang hakiki
tersebut.
Tokoh-tokohnya
yaitu Descartes, Spinoza, dan Leibniz. Salah satu yang
akan dibahas adalah Descrates (1598-1650) yang juga pendiri filsafat modern.
Karena, usahanya mencari metode dalam seluruh cabang penyelidikan manusia,
dalam filsafat ia memperkenalkan penelitian dan konsep dalam filsafat yang
menjadi prinsip dasar dalam perkembangan filsafat modern. Descrates memulai metodenya dengan meragukan segala macam
pernyataan, kecuali pada satu pernyataan saja. Ia bisa saja meragukan
banyak hal tapi satu hal yang tidak mungkin diragukan adalah kegiatan
meragu-ragukan itu sendiri. Maka ia sampai pada kebenaran yang tak terbantahkan
yaitu, "cogito ergo sum, saya berpikir
jadi saya ada" anggapan kokoh yang tidak terbantahkan oleh kaum skeptik.
Dan diterima sebagai prinsip pertama filsafat.
Bagi
Descrates, cogito ergo sum itu terang dan jelas, sesuatu yang telah terang dan
jelas dalam akal pikiran tidak perlu dibuktikan dan dapat dipakai sebagai
dasar. Segenap ilmu pengetahuan harusnya didasarkan pada kepastian kebenaran
yang tidak diragukan kembali oleh akal pikiran manusia. Metode ini disebut juga
"a priori" secara harfiah berarti
hal-hal yang mendahului. Dengan metode ini kita seakan mengetahui secara pasti,
meski kita belum mempunyai pengalaman inderawi mengenai hal itu.
Descrates
adalah tokoh yang mencoba menemukan metode deduktif.
Dalam metode deduktif sarana yang digunakan untuk mengumpulkan ilmu pengetahuan
adalah akal. Atau dalam filsafat disebut rasional
(penalaran).
Kedua,
Empirisme. Aliran ini menolak metode aliran rasionalisme "a priori". Menurut aliran Empirisme
metode ilmu pengetahuan bukanlah "a priori" melainkan
"a posteriori" yaitu metode yag berdasarkan pada hal-hal yang
datang atau terjadinya atau kemudian. Bagi penganut empirisme sumber pengetahuan yang memadai adalah pengalaman,
baik pengalaman batin (menyangkut pribadi manusia) maupun pengalaman lahir
(menyangkut dunia). Sedangkan akal hanya berfungsi
sebagai mengatur dan mengolah bahan yang diperoleh melalui pengalaman.
Menurut aliran ini, manusia tidak punya idea bawaan. Manusia ibarat kertas
putih yang belum terisi apa-apa dan baru terisi oleh pengalaman.
Aliran
empirisme mulai berkembang pada abad ke-15 dan Francis Bacon sebagai
pelopornya. Bacon memperkenalkan metode eksperimen, menurutnya, manusia melalui
pengalaman dapat mengetahui benda-benda dan hukum relasi benda. Ia memberikan
sejumlah petunjuk agar seorang ilmuwan hati-hati
terhadap idola:
- Idola tribus – menarik kesimpulan secara terburu-buru.
- Idola specus – menarik kesimpulan dengan seleranya.
- Idola fori – menarik kesimpulan berdasarkan pendapat orang banyak.
- Idola theatri – menarik kesimpulan berdasarkan pendapat ilmuwan sebelumnya.
Paham
empirisme ini dikembangkan oleh David Hume (1611-1776),
yang menegaskan bahwa sumber satu-satunya mencari pengetahuan adalah
pengalaman, ia juga menolak "a priori".
Dapat
disimpulkan pengetahuan yang bersifat "a priori" terdiri dari proporsi analitik,
yaitu, proporsi yang predikatnya sudah tercakup dalam subjek, contoh: Jejaka
itu laki-laki, es krim itu dingin, dsb. Ini merupakan corak dari aliran
rasionalisme. Sedangkan corak empirisme yaitu "a
posteriori" dan proporsinya sintetik yaitu yang tak dapat diuji
kebenarannya dengan cara menganalisis pernyataan, tetapi harus diuji
kebenarannya secara empiris, contoh: rumah mahal, motor baru, dsb. Singkatnya, "a priori" itu berbasis pikiran.
Maksudnya, mendahului kenyataan karena berasal dari pengalaman yang belum
dilihat tapi sudah dinalar atau dipikir berdasarkan akal. Sedangkan "a posteriori" berlaku kebalikannya, menemukan
fakta dulu baru disebut benda.
Setelah pembahasan
diatas, apa pendapat kamu tentang kedua aliran yang bertolak belakang ini.
Tentunya ada kelebihan dan kekurangannya ya. Jika kamu adalah orang yang malas
mempergunakan akal jelas kamu musuh besar rasionalisme. Tapi untuk kamu yang
mengharuskan adanya bukti empiris sebelum menarik kesimpulan tentu kamu teman
dari empirisme. Tapi kamu harus punya alasan kuat ya. Jangan asal comot aja…
ups.. ya udah nggak deh.. buat tambah pengetahuan yaaa..
Mengetik blog ini
sambil mendengar alunan musik dari mas bondan prakoso dkk. Kita selamanya dan
ipang – sahabat kecil. Jadi BaPer.. ingat masa dimana setiap hari harus masuk
jam 06.45, pakai seragam yang kadang almamater nya nggak cocok banget sama
warna kulit. Sebenarnya yang paling inget tuh pas, pulang bareng naik sepeda
dua baris dengan deretan yang tak terhitung jumlahnya di belakang. Tapi waktu
terus berjalan bukan, Today is History, Tomorrow is Mistery. Sekian post, kali
ini. Bye.. Bye..
***
Lets Read And Make Your
Future
وَسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ
وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه
Tidak ada komentar:
Posting Komentar