Translate

Kamis, 10 Desember 2015

My Dairy On Campus - Filsafat Ilmu - 9

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
 
Jum'at, 20 November 2015. Pertemuan kesembilan setelah melewati masa UTS (Ujian Tengah Semester). Tentu saja sangat terlambat baik menulis atau nge-post. Tahu kenapa? Tugas bertubi-tubi datang untuk menggantikan UTS yang biasanya mengerjakan lembaran essai di dalam kelas. Baru bisa nge-post ya sekarang ini. Masih ingat penjelasan apa yang terakhir aku post. Ingat-ingat lagi ya, atau bisa baca sekali lagi My Dairy On Campus – Filsafat Ilmu – 7. Karena apa? Ini adalah kelanjutannya, nanti kamu bingung lagi kalau nggak runtut. Ya udah, langsung aja deh. Penjelasan selanjutnya adalah jeng.. jeng.. jeng.. sedang mengetik…..
            Zaman Modern (17 M-19 M). Zaman ini diawali dengan suatu periode yang disebut Rennaisance dan dimatangkan oleh gerakan yang disebut Aufklaerung di abad 18 M. Pada zaman ini manusia semakin bebas dari otoritas gereja dan mendasarkan pada akal. Tentunya hal ini berdampak pada perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan yang semakin pesat. Sejak saat itu filsafat dan ilmu pengetahuan didasarkan pada kepercayaan dan kepastian intelektual (sikap ilmiah) yang dapat dipertanggungjawabkan kebenaran dan keilmiahannya. Kebenaran itu bersifat dinamis. Di zaman modern manusia tidak mau diikat oleh kekuasaan apapun, kecuali kekuasaan dalam dirinya sendiri. Maksud dari kekuasaan yang mengikat disini adalah Agama dengan Gerejanya, serta Raja dengan kekuasaan absolutnya.
            Para filsuf modern pertamanya menegaskan, pengetahuan tidak berasal dari kitab suci, dogma gereja, atau kekuasaan feodal, tetapi berasal dari dalam diri manusia itu sendiri. Sebagai kelanjutan dari Rennaisanse, filsafat pada zaman ini bercorak "antroposentrisme" ada yang ingat apa itu antroposentrisme? Baiklah, ini penebusan rasa bersalah karena telat banget nge-postnya. Antroposentrisme yaitu manusia sebagai pusat penyelidikan filsafat. Semua filsuf di zaman ini menyelidiki segi-segi manusiawi: "aku" sebagai pusat pemikiran, pusat pengamatan, pusat kebebasan, pusat tindakan, pusat kehendak, dan pusat perasaan.
            Sedikit catatan ya untuk kamu.. iya kamu.. ciee.. Ehm, Lanjut! Sebenarnya Jepang dan Indonesia punya titik nol atau kebangkitan yang sama looh... Apa itu? Kalau jepang ya pas di bom yang membuat wilayah Hirosima dan Nagasaki luluh lantak. Sementara Indonesia di tahun yang sama mendapatkan kemerdekaannya. Sekarang kita tarik ke zaman sekarang, siapa yang memimpin pertandingan. Yaps, Jepang. Kenapa bukan Indonesia? Jawaban singkatnya ada tiga kata Sumber Daya Manusia atau yang disingkat SDM. Negara Jepang sangat mengedepankan pendidikan untuk bisa membentuk SDM yang berkualitas. Satu lagi negara yang perkembangannya pesat baik pendidikan atau teknologinya yaitu… Korea Selatan. Yang paling sering kita lihat yaitu dunia entertainmentnya, Korean Wave telah melanda berbagai negara di dunia, bahkan warga negaranya banyak yang bergelar doctor.
            Sebenarnya kita bisa kok seperti negara-negara tersebut. Sebelumnya kita juga harus merawat alat untuk berilmu pengetahuan dong.. yaitu otak kita. Otak itu jika diperlakukan dengan baik sejak kecil, tidak ada perlakuan kasar baik verbal maupun fisik, akan membuat akal menjadi cerdas. Jika ia dibebaskan mengeksplor kreatifitasnya dan ditanamkan norma yang baik, bukan tidak mungkin dia jadi brilliant. Batu aja kena tetesa air bolong apalagi otak yang terus-terusan dihujani ribuan tetesan air ilmu pengetahuan.
            Yang menjadi topik utama filsafat Zaman Modern, kususnya pada abad ke 17 adalah persoalan epistemologi. Apa sih Epistemologi, kata baru lagi ya.. Epistemologi yaitu cabang filsafat yang membahas ilmu pengetahuan. Bagaimana cara memperoleh ilmu pengetahuan? Epistemologi itu berbasis ide. Dan Ide bisa berasal dari pengalaman. Sedangkan rasio dari diskusi bersama teman. Kembali ke topik utama, pertanyaan pokok pada abad ini adalah bagaimana memperoleh pengetahuan?, Apa sarana untuk mencapai pengetahuan yang benar itu?, dan Apa itu kebenaran?. Untuk menjawabnya pada abad ke-17 muncullah dua aliran filsafat yang menjawab dengan berbeda. Yaitu Rasionalisme dan Empirisme.
            Pertama, Rasionalisme. Abad ke-17 adalah dimulainya pemikiran filsafat yang sebenarnya. Semakin lama manusia semakin menaruh kepercayaan pada akal, dimana akal dapat diterangkan segala macam persoalan, dan dipahami segala macam permasalahan, dan dapat dipecahkannya segala problem kemanusiaan. Akibat dari keyakinan berlebihan pada akal tersebut. Di nyatakanlah perang pada mereka yang malas untuk mempergunakan akalnya. Dengan kekuasaan akal ini, orang berharap lahirnya dunia baru yang lebih sempurna, dengan akal yang sehat sebagai pemimpinnya. Hal ini terlihat pada lapangan filsafat, yaitu bentuk keinginan untuk menyusun secara "a priori" suatu sistem akal yang luas dan tingkat tinggi.
            Corak berpikir yang melulu mengandalkan kemampuan akal (rasio), dalam filsafat dikenal sebagai aliran rasionalisme. Hanya pengetahuan yang diperoleh dari akallah yang memenuhi syarat dituntut oleh sifat umum dan bersifat mutlak. Pengalaman hanya digunakan untuk mengukuhkan pengetahuan yang diperoleh melalui akal.
            Dapat disimpulkan dua hal pokok yang merupakan ciri dari bentuk rasionalisme, yaitu:
  1. Adanya pendirian bahwa kebenaran yang hakiki itu secara langsung dapat diperoleh dengan akal sebagai alatnya.
2.      Adanya suatu penjabaran logis atau deduksi yang dimaksudkan untuk memberikan pembuktian seketat mungkin mengenai lain-lain segi dari seluruh sisa bidang pengetahuan berdasarkan apa yang dianggap sebagai kebenaran yang hakiki tersebut.
Tokoh-tokohnya yaitu Descartes, Spinoza, dan Leibniz. Salah satu yang akan dibahas adalah Descrates (1598-1650) yang juga pendiri filsafat modern. Karena, usahanya mencari metode dalam seluruh cabang penyelidikan manusia, dalam filsafat ia memperkenalkan penelitian dan konsep dalam filsafat yang menjadi prinsip dasar dalam perkembangan filsafat modern. Descrates memulai metodenya dengan meragukan segala macam pernyataan, kecuali pada satu pernyataan saja. Ia bisa saja meragukan banyak hal tapi satu hal yang tidak mungkin diragukan adalah kegiatan meragu-ragukan itu sendiri. Maka ia sampai pada kebenaran yang tak terbantahkan yaitu, "cogito ergo sum, saya berpikir jadi saya ada" anggapan kokoh yang tidak terbantahkan oleh kaum skeptik. Dan diterima sebagai prinsip pertama filsafat.
            Bagi Descrates, cogito ergo sum itu terang dan jelas, sesuatu yang telah terang dan jelas dalam akal pikiran tidak perlu dibuktikan dan dapat dipakai sebagai dasar. Segenap ilmu pengetahuan harusnya didasarkan pada kepastian kebenaran yang tidak diragukan kembali oleh akal pikiran manusia. Metode ini disebut juga "a priori" secara harfiah berarti hal-hal yang mendahului. Dengan metode ini kita seakan mengetahui secara pasti, meski kita belum mempunyai pengalaman inderawi mengenai hal itu.
            Descrates adalah tokoh yang mencoba menemukan metode deduktif. Dalam metode deduktif sarana yang digunakan untuk mengumpulkan ilmu pengetahuan adalah akal. Atau dalam filsafat disebut rasional (penalaran).
            Kedua, Empirisme. Aliran ini menolak metode aliran rasionalisme "a priori". Menurut aliran Empirisme metode ilmu pengetahuan bukanlah "a priori" melainkan "a posteriori" yaitu metode yag berdasarkan pada hal-hal yang datang atau terjadinya atau kemudian. Bagi penganut empirisme sumber pengetahuan yang memadai adalah pengalaman, baik pengalaman batin (menyangkut pribadi manusia) maupun pengalaman lahir (menyangkut dunia). Sedangkan akal hanya berfungsi sebagai mengatur dan mengolah bahan yang diperoleh melalui pengalaman. Menurut aliran ini, manusia tidak punya idea bawaan. Manusia ibarat kertas putih yang belum terisi apa-apa dan baru terisi oleh pengalaman.
            Aliran empirisme mulai berkembang pada abad ke-15 dan Francis Bacon sebagai pelopornya. Bacon memperkenalkan metode eksperimen, menurutnya, manusia melalui pengalaman dapat mengetahui benda-benda dan hukum relasi benda. Ia memberikan sejumlah petunjuk agar seorang ilmuwan hati-hati terhadap idola:
  1. Idola tribus – menarik kesimpulan secara terburu-buru.
  2. Idola specus – menarik kesimpulan dengan seleranya.
  3. Idola fori – menarik kesimpulan berdasarkan pendapat orang banyak.
  4. Idola theatrimenarik kesimpulan berdasarkan pendapat ilmuwan sebelumnya.
Paham empirisme ini dikembangkan oleh David Hume (1611-1776), yang menegaskan bahwa sumber satu-satunya mencari pengetahuan adalah pengalaman, ia juga menolak "a priori".
Dapat disimpulkan pengetahuan yang bersifat "a priori" terdiri dari proporsi analitik, yaitu, proporsi yang predikatnya sudah tercakup dalam subjek, contoh: Jejaka itu laki-laki, es krim itu dingin, dsb. Ini merupakan corak dari aliran rasionalisme. Sedangkan corak empirisme yaitu "a posteriori" dan proporsinya sintetik yaitu yang tak dapat diuji kebenarannya dengan cara menganalisis pernyataan, tetapi harus diuji kebenarannya secara empiris, contoh: rumah mahal, motor baru, dsb. Singkatnya, "a priori" itu berbasis pikiran. Maksudnya, mendahului kenyataan karena berasal dari pengalaman yang belum dilihat tapi sudah dinalar atau dipikir berdasarkan akal. Sedangkan "a posteriori" berlaku kebalikannya, menemukan fakta dulu baru disebut benda.
Setelah pembahasan diatas, apa pendapat kamu tentang kedua aliran yang bertolak belakang ini. Tentunya ada kelebihan dan kekurangannya ya. Jika kamu adalah orang yang malas mempergunakan akal jelas kamu musuh besar rasionalisme. Tapi untuk kamu yang mengharuskan adanya bukti empiris sebelum menarik kesimpulan tentu kamu teman dari empirisme. Tapi kamu harus punya alasan kuat ya. Jangan asal comot aja… ups.. ya udah nggak deh.. buat tambah pengetahuan yaaa..
Mengetik blog ini sambil mendengar alunan musik dari mas bondan prakoso dkk. Kita selamanya dan ipang – sahabat kecil. Jadi BaPer.. ingat masa dimana setiap hari harus masuk jam 06.45, pakai seragam yang kadang almamater nya nggak cocok banget sama warna kulit. Sebenarnya yang paling inget tuh pas, pulang bareng naik sepeda dua baris dengan deretan yang tak terhitung jumlahnya di belakang. Tapi waktu terus berjalan bukan, Today is History, Tomorrow is Mistery. Sekian post, kali ini. Bye.. Bye..
***
Lets Read And Make Your Future

          وَسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه

Tidak ada komentar:

Posting Komentar